Bagi generasi 80-an, 90-an, dan awal 2000-an, acara TV smimedic.com jadul bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari masa kecil yang membentuk kenangan dan kebiasaan. Sebelum era internet dan media sosial merajalela, televisi adalah jendela utama ke dunia luar. Saat itu, satu tayangan bisa menjadi perbincangan hangat di sekolah, keluarga, hingga warung kopi.
Sebut saja acara seperti Si Unyil, Dunia Dalam Berita, Jejak Petualang, atau Lenong Rumpi. Masing-masing punya warna tersendiri. Anak-anak duduk rapi menanti kartun minggu pagi seperti Dragon Ball, Sailor Moon, dan Doraemon. Tak jarang, jadwal makan siang pun disesuaikan agar tidak ketinggalan episode favorit.
Salah satu hal unik dari acara TV zaman dulu adalah kesederhanaannya. Efek visual tidak sehebat sekarang, tetapi cerita yang disampaikan seringkali kuat dan menyentuh. Banyak yang sarat pesan moral, edukasi, dan budaya lokal. Ini membuat tayangan tersebut tidak hanya menghibur, tapi juga mendidik dan mempererat hubungan keluarga.
Bagi orang dewasa saat itu, sinetron seperti Keluarga Cemara atau Tersanjung menjadi tontonan wajib. Drama dan kisahnya mungkin sederhana, tapi penuh nilai kehidupan. Sementara itu, acara kuis seperti Siapa Berani? dan Tak Tik Boom memancing antusiasme sekaligus menambah wawasan. Bahkan iklan-iklan televisi pun tak kalah ikonik dan masih dikenang hingga sekarang.
Kini, banyak dari acara tersebut bisa ditonton ulang melalui platform digital. Ini memberi kesempatan generasi baru untuk mengenal tayangan yang sempat berjaya, sekaligus mengobati kerinduan penonton lama. Menariknya, beberapa produser kini mulai mengangkat ulang acara TV lawas dengan sentuhan modern—baik sebagai remake maupun reboot.
Kepopuleran acara jadul menunjukkan satu hal: nostalgia adalah kekuatan besar. Tayangan yang tulus, ringan, dan penuh makna akan selalu diingat, meskipun zaman telah berganti. Dan di tengah derasnya arus konten instan, mungkin kita sesekali perlu kembali ke masa ketika televisi menyatukan, bukan hanya menghibur.